Benarkah ISLAM Mengakui Homoseksualitas ?
Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam "recognizes homosexuality" (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).
Menurut Prof. Musdah Mulia, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: "Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings".
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, "Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya". (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yang diselenggarakan suatu organisasi bernama "Arus Pelangi",di Jakarta, Kamis (27/3/2008).
Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
The Jakarta Post juga mengutip pendapat seorang pembicara bernama Nurofiah, yang menyatakan, bahwa pandangan dominan dalam masyarakat Islam tentang heterogenitas adalah sebuah “konstruksi sosial”, sehingga berakibat pada pelarangan homoseksualitas oleh kaum mayoritas. Ini sama dengan kasus "bias gender" akibat dominasi budaya patriarki. Karena itu, katanya, akan berbeda jika yang berkuasa adalah kaum homoseks. Lebih tepatnya, dikutip ucapan aktivis gender ini: "Like gender bias or patriarchy, heterogeneity bias is socially constructed. It would be totally different if the ruling group was homosexuals".
Diskusi tentang homoseksual itu pun menghadirkan pembicara dari Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Kedua organisasi ini, oleh The Jakarta Post, sudah dicap sebagai "kelompok Muslim konservatif". Ditulis oleh Koran ini: Condemnation of homosexuality was voiced by two conservative Muslim groups, the Indonesian Ulema Council (MUI) and Hizbut Thahir Indonesia (HTI)".
Amir Syarifuddin, pengurus MUI, menyatakan bahwa praktik homoseksual adalah dosa. "Kami tidak akan menganggap homoseksualitas sebagai musuh, tetapi kami akan membuat mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah," kata Amir Syarifudin.
Demikianlah berita tentang penghalalan homoseksual oleh sejumlah aktivis Hak Azazi Manusia, sebagaimana dikutip oleh The Jakarta Post.
Memang sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, penafsiran beberapa ulama dan tokoh sebagian besar melarang dan mengharamkan. Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual, seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut.
Sejak terbitnya Jurnal Justisia dari Fakultas Syariah IAIN Semarang (edisi 25, Th XI, 2004), yang menghalalkan homoseksual, kita sudah mengingatkan para pimpinan kampus Islam agar lebih serius dalam menangani penyebaran paham liberal di kampus mereka. Sebab, virus liberal ini semakin menampakkan daya rusaknya terhadap aqidah dan pemikiran Islam. Ironisnya, fenomena ini justru digerakkan dari sejumlah akademisi di kampus-kampus berlabel Islam.
Kita ingat kembali, bahwa dalam Jurnal Justisia tersebut, dilakukan kampanye besar-besaran untuk mengesahkan perkawinan homoseksual. Jurnal itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).
Dalam buku tersebut dijelaskan strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita". (hal. 15)
ebagaimana Prof. Musdah Mulia, para penulis dalam buku itu pun mengecam keras pihak-pihak yang masih mengharamkan homoseksual. Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran surat al-A'raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
"Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, Al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo". (hal. 39)
Dalam catatan penutup buku karya anak-anak Fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut, dimuat tulisan berjudul "Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN". Penulisnya, mengaku bernama Mumu, mencatat, "Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut". Juga dikatakan dalam buku tersebut: "Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan".
Logika ini sejalan dengan jalan pemikiran Musdah Mulia yang menyatakan bahwa pelarangan homoseksual hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Barangkali, seperti dikatakan Nurofiah, jika suatu ketika nanti kaum homoseksual sudah menjadi dominan, maka mereka akan memandang bahwa kaum heteroseksual adalah suatu kelainan. Inilah pandangan yang "logis dan masuk akal" dalam konteks masyarakat "dominan-minoritas" seperti saat ini. Sebagaimana kasus perkawinan antara muslimah dan laki-laki non-Muslim yang didukung dan dipenghului oleh sejumlah dosen UIN Jakarta, akan ada kemungkinan, bahwa para akademisi liberal ini bisa menjadi penghulu bagi perkawinan sesama jenis. Apalagi Prof. Dr. Musdah Mulia sudah melontarkan pendapatnya tentang homoseksual secara terbuka di media massa. Apalagi beluiau dalah guru besar pemikiran Islam di suatu kampus Islam terkenal.
Jika kita mengikuti kisah perjalanan intelektual Prof. Musdah Mulia, cara pandang yang liberal telah menorehkan prestasi, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington. Beliau dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan "pembaruan hukum Islam" termasuk-- undang-undang perkawinan.
Dari www.hidayatullah.com dan berbagai sumber lain
Menurut Prof. Musdah Mulia, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: "Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings".
Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, "Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya". (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).
Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yang diselenggarakan suatu organisasi bernama "Arus Pelangi",di Jakarta, Kamis (27/3/2008).
Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.
The Jakarta Post juga mengutip pendapat seorang pembicara bernama Nurofiah, yang menyatakan, bahwa pandangan dominan dalam masyarakat Islam tentang heterogenitas adalah sebuah “konstruksi sosial”, sehingga berakibat pada pelarangan homoseksualitas oleh kaum mayoritas. Ini sama dengan kasus "bias gender" akibat dominasi budaya patriarki. Karena itu, katanya, akan berbeda jika yang berkuasa adalah kaum homoseks. Lebih tepatnya, dikutip ucapan aktivis gender ini: "Like gender bias or patriarchy, heterogeneity bias is socially constructed. It would be totally different if the ruling group was homosexuals".
Diskusi tentang homoseksual itu pun menghadirkan pembicara dari Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Kedua organisasi ini, oleh The Jakarta Post, sudah dicap sebagai "kelompok Muslim konservatif". Ditulis oleh Koran ini: Condemnation of homosexuality was voiced by two conservative Muslim groups, the Indonesian Ulema Council (MUI) and Hizbut Thahir Indonesia (HTI)".
Amir Syarifuddin, pengurus MUI, menyatakan bahwa praktik homoseksual adalah dosa. "Kami tidak akan menganggap homoseksualitas sebagai musuh, tetapi kami akan membuat mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah," kata Amir Syarifudin.
Demikianlah berita tentang penghalalan homoseksual oleh sejumlah aktivis Hak Azazi Manusia, sebagaimana dikutip oleh The Jakarta Post.
Memang sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, penafsiran beberapa ulama dan tokoh sebagian besar melarang dan mengharamkan. Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual, seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut.
Sejak terbitnya Jurnal Justisia dari Fakultas Syariah IAIN Semarang (edisi 25, Th XI, 2004), yang menghalalkan homoseksual, kita sudah mengingatkan para pimpinan kampus Islam agar lebih serius dalam menangani penyebaran paham liberal di kampus mereka. Sebab, virus liberal ini semakin menampakkan daya rusaknya terhadap aqidah dan pemikiran Islam. Ironisnya, fenomena ini justru digerakkan dari sejumlah akademisi di kampus-kampus berlabel Islam.
Kita ingat kembali, bahwa dalam Jurnal Justisia tersebut, dilakukan kampanye besar-besaran untuk mengesahkan perkawinan homoseksual. Jurnal itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).
Dalam buku tersebut dijelaskan strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita". (hal. 15)
ebagaimana Prof. Musdah Mulia, para penulis dalam buku itu pun mengecam keras pihak-pihak yang masih mengharamkan homoseksual. Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran surat al-A'raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
"Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, Al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo". (hal. 39)
Dalam catatan penutup buku karya anak-anak Fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut, dimuat tulisan berjudul "Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN". Penulisnya, mengaku bernama Mumu, mencatat, "Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut". Juga dikatakan dalam buku tersebut: "Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan".
Logika ini sejalan dengan jalan pemikiran Musdah Mulia yang menyatakan bahwa pelarangan homoseksual hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Barangkali, seperti dikatakan Nurofiah, jika suatu ketika nanti kaum homoseksual sudah menjadi dominan, maka mereka akan memandang bahwa kaum heteroseksual adalah suatu kelainan. Inilah pandangan yang "logis dan masuk akal" dalam konteks masyarakat "dominan-minoritas" seperti saat ini. Sebagaimana kasus perkawinan antara muslimah dan laki-laki non-Muslim yang didukung dan dipenghului oleh sejumlah dosen UIN Jakarta, akan ada kemungkinan, bahwa para akademisi liberal ini bisa menjadi penghulu bagi perkawinan sesama jenis. Apalagi Prof. Dr. Musdah Mulia sudah melontarkan pendapatnya tentang homoseksual secara terbuka di media massa. Apalagi beluiau dalah guru besar pemikiran Islam di suatu kampus Islam terkenal.
Jika kita mengikuti kisah perjalanan intelektual Prof. Musdah Mulia, cara pandang yang liberal telah menorehkan prestasi, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington. Beliau dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan "pembaruan hukum Islam" termasuk-- undang-undang perkawinan.
Dari www.hidayatullah.com dan berbagai sumber lain
Aku sedang cari artikel mengenai "Gay dalam Islam" di google dan ketemu blog ini....
Aga kesal dengan tulisan yang diintelektualisasi untuk membenarkan gay!!
Kok bisa-bisanya mediskreditkan nabi Luth begitu rupa?? mengatakan bahwa karena kebencian yang timbul karena gagal menikahkan putrinya dengan laki-laki yang ternyata homoseksual.
Itu baru aku bilang sempit.
Aku hanya pernah membaca profil Ibu Musdah di Kompas. Dan sekarang aku paham kenapa dia tidak disukai diantara orang-orang islam di UIN. Dan kenapa dia justru mendapat pujian plus penghargaan dari dunia luar Islam (AS). Karena mereka dari awal tidak mau melihat Islam besar. Jadi merongrong lewat orang Islam sendiri.
Jika gay tidak dosa, kenapa Sodom dan Gomorah dihancurkan dengan ijin ALLAH??
Jika Luth hnya karena semata-mata membenci homo, kenapa kehancuran kaum gay disana diijinkan ALLAH?? Dan sebelumnya kenapa dia ditunjuk Allah untuk menjadi Nabi-NYa??
Pernah dengar di khotbah jum'at bahwa nabi besar Muhammad pernah meramalkan bahwa akan datang masanya ketika muncul ulama tetapi menyesatkan?, mungkin Ibu musdah sedang kilaf dengan statementnya.
Memang benar Allah melihat manusia berdasarkan ketaatannya, tapi apakah ketika seseorang memilih menjadi gay, dia sudah taat di jalan-Nya??
Dan tidak untuk kamu yang bikin blog ini. Pikir baik-baik untuk menjadi Gay. Dorongan seksual sekuat apapun muncul karena pikiran. Lakukan sesuatu utnuk mengenyahkan pikiran itu. Susah.....ya Memang..!!! Siapa bilang HIDUP ITU MUDAH!!!
Ingat...jika kamu mendekati Allah dengan melangkah...maka Allah akan mendekati kamu lebih dari langkah manusia itu sendiri....
(AlQuran adalah Kalam Allah, Allah maha benar, Alah yang lebih berilmu daripda kita, Allah yg menciptakan langit dan bumi, Allah Maha besar, Allah maha tahu, 99 nama Allah dsb)
Apa kata Allah di dalam AlQuran tentang kaum Nabi Luth yang dihukum, dan di Azab karena melakukan perilaku Homoseks dan Lesbian itu sudah jelas, jelas, sangat jelas, beribu - ribu kali jelas, dan suaaaaaaangattttt jelas sekali bahwa homo dan lesbi dilarang dan diharamkan oleh Allah. Apakah kalian para homo dan lesbi tetap mendukung kaum homo dan lesbi. Astagfirloh aladzim dunia semakin mendekati hari kiamat dan semoga kalian mendapatkan hidayah untuk bertobat dari perilaku kalian sebelum ajal/kematian datang menjemput Amin... Ya Allah
gay /homo itu sebenarnya bukan bawaan dari lahir. saya juga seorang gay akan tetapi saya tidakmembenarkan hal ini. pada dasarnya setiap bayi yg lahir itu puth bersih diciptakan taat kepada allah. bayi itu ibarat kertas putih. akan tetapi pengaruh dari kelurga dan lingkungan lah yg membuat kita menjadi gay. kebanyakan yg membuat hal ini terjadi adalah kejadian masa kecil.contohnya saya, waktu saya kecil terjadi kekerasan rumah tangga oleh ayah saya terhadap ibu saya, sehinnga mempengaruhi psikologis saya,ditinggal ibu saya saat ibu tiri tinggal dirumah, diasuh kakak perempuan sehingga lebih sering bermain bersama cw. dan saya pernah diajak teman2 tetangga saya untuk bermain hub sex.dulu saya belum tw benar rasanya sex itu. meskipun teman2 saya itu jd tumbuh normal akan tetapi hal itu seperta menjadi candu bagi saya, saya menjadi suka sesama jenis karena pernah ditiduri oleh sesama lelaki. pada saat sma kelas 2 saya mengalami cinta pertama yg membuat hidup saya menjadi berat. karena tidak kuat memendam perasaan saya akhirnya berterus terang kpdnya dengan menulis surat. akhirnya saya dijauhi olehnya. sampe sakit saya pd waktu itu. karena dia adalah teman akrab saya. tapi saya coba kuatkan tekad untuk menjauhinya sambil beribadah. saya sengaja cuekin dia dan lebih dekat sama teman2 cw. akhirnya mungkin dia merasa rugi x karena gak pernah dpt contekan lg. akukan selalu jd juara kelas :D , trus dia ngambek dan akhirnya kita berteman lg. meskipun berat tp kupikir gak apalah asal bisa dekat dengannya sampe lulus sekolah. setelah luslus sma aku beberapa xmengalami jatuh cinta sejenis yg membuat hatiku sakit. tp dengan semakin mempelajari agama dan mengetahui tujuan hidup ditambah lagi nonton video2 dr. zakir naik di youtube. akhirnya aku tw tujuan hidup kita. hidup didunia hanyalah ujian , hidup manusia saat ini rata2 hanya berusia 65 s.d 70 th . allah meminta kita untuk menahan nafsu kita hanya sekitar 65 th waktu yg tidak lama dibandingkan hidup selanjutnya. segala sesuatu yg kita cintai didunia tidak ada yg abadi. harta cinta dan anak2 hanyalah ujian.menjadi gay juga adalah ujian. mungkin saja kamu sanggup menghadapi ujian harta, anak2, atau kelaparan sehingga jadi gay adalah ujian berat buat km. wajah yg tampan dan cantik yg disombongkan orang akan berubah jadi keriput dan jelek. sesungguhnya alquran itu diturunkan agar kita belajar dari masa lalu agar tidak mengulanginya lagi. coba tonton video2 dari dr. zakir naik di youtube. beragama islam karena pilihan akan membuat km mengerti dibanding beragama islam karena keturunan.