akUGAYAku

"selamat datang di persembunyianku"

Aku dan Gay...!

Selamat Datang di akUGAYAku Sebuah blog tempat aku "bersembunyi" dibalik kehidupanku sebagai GAY. Jika aku tidak bisa terbuka di luar sana, maka aku akan terbuka seluas-luasnya di blog ini. Inilah dunia yang aku ciptakan untuk keterbukaanku. Sambutlah aku...!

Gay itu bukan dosa...!

Seseorang berdosa atau tidak, sama sekali gak berhubungan dengan gay. Dosa itu bisa aja menimpa setiap manusia, sabda Nabi Muhammad SAW mengatakan : "Al-insaanu fii mahalli el-khatha'i wa el-nisyaan", artinya : "manusia itu tidak akan pernah lepas dari kesalahan (dosa) dan kealpaan (lupa dan khiaf). Mengapa gay tidak berdosa? jawabnya klik disini

Cristiano Ronaldo Ternyata GAY?

Cristiano Ronaldo, sosok pemain soccer yang sangat saya kagumi. Saya punya ribuan koleksi foto tentang dia dalam berbagai fose baik saat sedang bermain di lapangan maupun di luar lapangan.

Selama ini aku berangan-agan akankah dia itu gay? jika mana dia adalah gay, pasti sangat beruntung cowok yang pernah "tidur" dengannya, dan ternyata beberapa sumber yang saya dapatkan yang mengarah bahwa dia adalah gay. Dibawah ini saya memberikan beberapa cuplikan yang mengarah bahwa dia sebenarnya gay dan berusaha menutupi kedoknya. Alasan utama kenapa dia harus berkedok, ya...karena pastilah aturan per-soccer-an yang katanya sangat melarang pemain sepak bola itu gay (masa iya sih....??)

Tersepas benar atau tidak, Cristiano Ronaldo sangat sempurna. Dia memiliki tubuh yang sangat sempurna. Saya pastikan bahwa semua gay pasti sangat mengidolakan dirinya, terlebih-lebih saya ini yang hanya bisa memandangnya dari kejauan tanpa bisa menyentunya sedikitpun apalagi menjamahnya.

Nah, liat deh video ini...






















baca selanjutnya...

Benarkah ISLAM Mengakui Homoseksualitas ?

Harian The Jakarta Post, edisi Jumat (28/3/2008) pada halaman mukanya menerbitkan sebuah berita berjudul Islam "recognizes homosexuality" (Islam mengakui homoseksualitas). Mengutip pendapat dari Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, guru besar di UIN Jakarta, koran berbahasa Inggris itu menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. (Homosexuals and homosexuality are natural and created by God, thus permissible within Islam).

Menurut Prof. Musdah Mulia, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Tepatnya, ditulis oleh Koran ini: "Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings".

Mengutip QS 49 ayat 3, Musdah menyatakan, salah satu berkah Tuhan adalah bahwasanya semua manusia, baik laki-laki atau wanita, adalah sederajat, tanpa memandang etnis, kekayaan, posisi social atau pun orientasi seksual. Karena itu, aktivis liberal dan kebebasan beragama dari ICRP (Indonesia Conference of Religions and Peace) ini, "Tidak ada perbedaan antara lesbian dengan non-lesbian. Dalam pandangan Tuhan, manusia dihargai hanya berdasarkan ketaatannya". (There is no difference between lesbians and nonlesbians. In the eyes of God, people are valued based on their piety).

Demikian pendapat guru besar UIN Jakarta ini dalam diskusi yang diselenggarakan suatu organisasi bernama "Arus Pelangi",di Jakarta, Kamis (27/3/2008).
Menurut Musdah Mulia, intisari ajaran Islam adalah memanusiakan manusia dan menghormati kedaulatannya. Lebih jauh ia katakan, bahwa homoseksualitas adalah berasal dari Tuhan, dan karena itu harus diakui sebagai hal yang alamiah.

The Jakarta Post juga mengutip pendapat seorang pembicara bernama Nurofiah, yang menyatakan, bahwa pandangan dominan dalam masyarakat Islam tentang heterogenitas adalah sebuah “konstruksi sosial”, sehingga berakibat pada pelarangan homoseksualitas oleh kaum mayoritas. Ini sama dengan kasus "bias gender" akibat dominasi budaya patriarki. Karena itu, katanya, akan berbeda jika yang berkuasa adalah kaum homoseks. Lebih tepatnya, dikutip ucapan aktivis gender ini: "Like gender bias or patriarchy, heterogeneity bias is socially constructed. It would be totally different if the ruling group was homosexuals".

Diskusi tentang homoseksual itu pun menghadirkan pembicara dari Majelis Ulama Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia. Kedua organisasi ini, oleh The Jakarta Post, sudah dicap sebagai "kelompok Muslim konservatif". Ditulis oleh Koran ini: Condemnation of homosexuality was voiced by two conservative Muslim groups, the Indonesian Ulema Council (MUI) and Hizbut Thahir Indonesia (HTI)".

Amir Syarifuddin, pengurus MUI, menyatakan bahwa praktik homoseksual adalah dosa. "Kami tidak akan menganggap homoseksualitas sebagai musuh, tetapi kami akan membuat mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah," kata Amir Syarifudin.

Demikianlah berita tentang penghalalan homoseksual oleh sejumlah aktivis Hak Azazi Manusia, sebagaimana dikutip oleh The Jakarta Post.
Memang sudah sejak dulu ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, penafsiran beberapa ulama dan tokoh sebagian besar melarang dan mengharamkan. Tidak ada ulama atau dosen agama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual, seperti yang dilakukan oleh Prof. Siti Musdah Mulia dari UIN Jakarta tersebut.

Sejak terbitnya Jurnal Justisia dari Fakultas Syariah IAIN Semarang (edisi 25, Th XI, 2004), yang menghalalkan homoseksual, kita sudah mengingatkan para pimpinan kampus Islam agar lebih serius dalam menangani penyebaran paham liberal di kampus mereka. Sebab, virus liberal ini semakin menampakkan daya rusaknya terhadap aqidah dan pemikiran Islam. Ironisnya, fenomena ini justru digerakkan dari sejumlah akademisi di kampus-kampus berlabel Islam.

Kita ingat kembali, bahwa dalam Jurnal Justisia tersebut, dilakukan kampanye besar-besaran untuk mengesahkan perkawinan homoseksual. Jurnal itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).

Dalam buku tersebut dijelaskan strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita". (hal. 15)

ebagaimana Prof. Musdah Mulia, para penulis dalam buku itu pun mengecam keras pihak-pihak yang masih mengharamkan homoseksual. Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran surat al-A'raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.

Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
"Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, Al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo". (hal. 39)

Dalam catatan penutup buku karya anak-anak Fakultas Syariah IAIN Semarang tersebut, dimuat tulisan berjudul "Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN". Penulisnya, mengaku bernama Mumu, mencatat, "Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut". Juga dikatakan dalam buku tersebut: "Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan".

Logika ini sejalan dengan jalan pemikiran Musdah Mulia yang menyatakan bahwa pelarangan homoseksual hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam. Barangkali, seperti dikatakan Nurofiah, jika suatu ketika nanti kaum homoseksual sudah menjadi dominan, maka mereka akan memandang bahwa kaum heteroseksual adalah suatu kelainan. Inilah pandangan yang "logis dan masuk akal" dalam konteks masyarakat "dominan-minoritas" seperti saat ini. Sebagaimana kasus perkawinan antara muslimah dan laki-laki non-Muslim yang didukung dan dipenghului oleh sejumlah dosen UIN Jakarta, akan ada kemungkinan, bahwa para akademisi liberal ini bisa menjadi penghulu bagi perkawinan sesama jenis. Apalagi Prof. Dr. Musdah Mulia sudah melontarkan pendapatnya tentang homoseksual secara terbuka di media massa. Apalagi beluiau dalah guru besar pemikiran Islam di suatu kampus Islam terkenal.

Jika kita mengikuti kisah perjalanan intelektual Prof. Musdah Mulia, cara pandang yang liberal telah menorehkan prestasi, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret 2007, Musdah Mulia menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington. Beliau dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan "pembaruan hukum Islam" termasuk-- undang-undang perkawinan.

Dari www.hidayatullah.com dan berbagai sumber lain
baca selanjutnya...

AKU DAN GAY : Jatuh cinta pertamaku pada seorang cowok

Selamat Datang di akUGAYAku Sebuah blog tempat aku "bersembunyi" dibalik kehidupanku sebagai GAY. Jika aku tidak bisa terbuka di luar sana, maka aku akan terbuka seluas-luasnya di blog ini. Inilah dunia yang aku ciptakan untuk keterbukaanku. Sambutlah aku...!

Kumulai pada goresan pertama ini. Aku coba menorehkan himpunan huruf untuk mencatat sisi lain perjalanan hidupku sebagai gay. Aku akan menuangkan semua hal-hal yang aku sukai khususnya yang berhubungan dengan dunia gay.

Selama ini aku telah berusaha “bersembunyi” dari jati diriku yang lain, tapi hal ini sedikit tidak nyaman meskipun selama ini telah aku lakoni selama bertahun-tahun dan sudah terbiasa. Memiliki peran yang berfungsi ganda memang sangat merepotkan, tidak sedikit pengalaman yang mengasyikkan sekaligus menyedihkan dengan lakon ini.

Awalnya peran ini sangat menyiksa batin, saat itu aku masih duduk di bangku SMA kelas 1, aku merasa heran dan bingung mengapa aku sangat suka melihat seorang cowok yang juga teman sekelasku. Dia sangat menarik bagiku, kulit putih yang membalut otot-ototnya yang atletis dengan tinggi semampai, mata sendu yang semakin memikat jika tersenyum dari bibirnya yang mungil tipis memerah, rambut yang ikal yang tertata apik memancarkan cahaya dari pantulan sinar matahari.

Awalnya aku merasa biasa aja, seperti halnya teman-temanku saat di SMP dulu yang ganteng-ganteng dan cakep-cakep juga, tapi yang ini kok lain, semakin hari berjalan semakin bingung aku dibuatnya. Aku merasa nyaman jika memandangnya, aku merasa sejuk jika dia melirik aku, serasa setiap langkah yang aku dengar di kelasku bisa aku bedakan mana langkahnya.

Setiap hari aku tidak mau terlambat ke sekolah, karena aku harus bertemu dengannya. Bahkan jika aku sakit sekalipun, aku harus ke sekolah setidaknya untuk bisa memandang wajahnya meski sedetikpun.

Suatu hari, aku memang gak enak badan. Aku memaksa diri untuk tetap ke sekolah. Hari itu senin dan harus apel/upacara pagi, saat pertengahan upacara aku pingsan, mungkin karena gak sarapan dan juga sedang demam. Aku digoyong ke ruang UKS, dan saat aku sadar aku sangat kaget karena orang yang berusaha membuat aku sadar kembali adalah Ahmad, cowok teman kelasku yang selama ini membuatku jadi manusia “aneh”.

Dia memijat lenganku, meminumkan air putih, dan dia juga yang mengoleskan leher dan dadaku dengan balsem. Memang sih beberapa teman dan guru lain juga melakukan hal yang sama tapi saat itu serasa hanya ada dia sendiri. Aku merasa mendapatkan angin kesejukan melalui sentuhannya.

Ahmad adalah cowok pertama yang telah menggoyang hebat seluruh isi tubuhku. Meskipun dia bukan cowok pertama yang mengenalkan sex. Sebelumnya aku pikir sex yang aku lakukan dengan sesama cowok itu hal biasa karena hanya melampiaskan nafsu saja, itupun saya mengenal hubungan sex sejenis kali pertama saat masih duduk di bangku SD kelas 5 bersama tetangga baruku (kisah khusus tentang ini akan diceritakan selanjutnya).

Perasaanku pada Ahmad ternyata merupakan peristiwa “jatuh cinta”, inilah jatuh cinta pertamaku. Setelah aku sadar bahwa aku sedang jatuh cinta, aku sangat kebingungan dengan kondisi ini. Setumpuk pertanyaan membebani aku dan pertanyaan itu tidak mungkin aku tanyakan ke orang lain, aku khawatir dianggap aneh karena menurutku pertanyaan itu sendiri sudah sangat aneh.

Seiring berjalannya waktu, aku sadar bahwa aku ini adalah HOMO (saat itu aku belum tau istilah gay) yaitu cowok yang suka sesama cowok. Menurutku dari informasi yang aku dapatkan bahwa homo itu penyakit najis, menjijikkan, laknat, menyalahi kodrat, dan sejuta istilah negatif lainnya yang melekat pada penyakit tersebut.

Aku sangat tidak bisa menerima kondisi ini, tapi di sisi lain aku sangat tersiksa dengan dorongan “cinta” pada Ahmad. Aku sangat membutuhkan Ahmad untuk menenangkan batinku yang selalu merindu. Tapi aku juga benci dengan diriku yang telah terjangkit penyakit homo.
Aku menyalahkan diriku sendiri, tapi menurutku ini sangat tidak adil karena aku tidak pernah memilih untuk menjadi seperti ini. Tiba-tiba saja aku merasakan hal aneh ini di umurku yang baru saja melalui 16 tahun saat itu.

Aku mencoba menjauh dari Ahmad dan berusaha tidak pernah bertemu dengannya meskipun aku sekelas dengan dia. Usaha ini justru tidak menghasilkan sesuatu yang kuharapkan, namun sebaliknya aku semakin gila. Aku sudah tidak bisa konsentrasi pada pelajaran, tidur tak pernah nyenyak lagi, makan tak terasa nikmat lagi, dan semua hal yang terjadi setiap detik kehidupanku menjadi hampa.

Aku mendustai diriku sendiri, aku menghukum diriku sendiri, aku menghinakan diriku sendiri, aku melakukan semua hal yang membuatku tertekan agar rasa ini bisa lenyap. Tapi hal tersebut tidak berhasil bahkan membuat aku semakin stress padahal tidak lama lagi akan ujian caturwulan pertama.

Tuhan, mungkin dialah “oknum” yang paling bertanggungjawab terhadap kondisi anehku ini. Aku harus memberontak di depannya. Mengapa dia memberikan aku kehidupan yang dia sendiri membencinya. Mengapa dia menunjuk aku untuk sesuatu yang tidak pernah aku pilih. Ini tidak adil…!!! Ini tidak bisa aku terima begitu saja…!!!

Gejolak ini semakin parah tapi tak satupun yang tau, termasuk orang tuaku. Aku memang tergolong anak yang tertutup meskipun dalam pergaulan aku termasuk anak yang luwes. Mungkin jiwaku sudah tidak sanggup menahan beban ini hingga akhirnya gejolak yang semakin memanas ini meledak.

Aku menjadi seperti orang gila. Mereka bilang aku kesurupan. Kejadian “kesurupan” ini kerap terjadi meskipun dalam suasana belajar di kelas. Jika tak bisa lagi menahan kecamuk dalam jiwaku, apalagi kalau sedang melihat Ahmad dan aku hindari, tiba-tiba aku merasa ingin gila dan saat itu juga aku kehilangan kesadaran hingga akhirnya aku tau kalau aku sudah terikat, katanya aku harus diikat karena aku menjadi sangat ganas dan merusakkan semua yang ada di dekatku.

Orang tuaku pun jadi bingung dengan kondisiku yang aneh ini. Mereka khawatir jika benar-benar menjadi gila. Mereka membawaku ke psikiater, aku ditanya macam-macam olehnya, dia bertanya tentang ayahku, tentang ibuku, tentang teman-temanku, tentang pelajaranku, semua dia tanyakan. Tapi dia tidak pernah bertanya tentang Ahmad, ataupun tentang apa yang sedang saya rasakan.

Ayahku membayar mahal untuk setiap konsultasi ke psikiater itu, namun konklusi yang diberikan bahwa aku kelebihan beban dalam belajar. Katanya, aku terlalu memaksakan diri dalam belajar dan tidak ada waktu untuk refreshing. Memang sih sejak SD aku sudah terbiasa dengan pringkat 1 atau 2 saja setiap habis ujian, bahkan saat SMP aku malah menjadi siswa dengan nilai tertinggi kedua seluruh SMP di kotaku. Makanya tak heran saat aku SMA pun di sekolah negeri favorit.

“Keanehanku” tak kunjung hilang, malah semakin menjadi. Apakah ini salahku? Jika memang salahku, apa yang telah kuperbuat sehingga berakibat seperti ini. Apakah ini salah Ahamd yang telah membuatku jadi gila? Jika memang salahnya mengapa dia tidak tau. Apakah ini kesalahan orang tuaku? Jika memang salah mereka, apa yang belum mereka berikan padaku? Selama ini mereka telah memberikan seluruh kebutuhanku lebih dari cukup, bahkan cinta kasih mereka sangat besar buatku. Apakah ini salah Tuhan? Mungkin dialah yang lebih patut dipersalahkan.
Inilah segelumit ceritaku tentang jatuh cinta pertamaku yang membuatku menjadi aneh.

Selanjutnya aku akan bercerita lagi tentang bagaimana saya berusaha menggedor Tuhan agar bertanggungjawab dengan kesalahannya.
baca selanjutnya...